“kamu di mana?”
“hey, kamu di mana? aku kangen, pengen ketemu...”
“tolong angkat dulu telponnya...”
“aku minta maaf yang kemarin, aku bisa jelaskan...”
“hey, tolong, angkat dulu telponnya, biar aku jelaskan...”
“jangan bersembunyi dari peristiwa ini, kumohon...”
“aku tahu, ini salahku, tolong, izinkan aku bicara dulu...”
dan masih banyak lagi pesan singkat darinya. akhirnya
setelah hari kesembilan, barulah aku bernyali mengambil dan melihat isi
ponselku lagi. ternyata benar apa yang dwi bilang, berpuluh-puluh panggilan tak
terjawab darinya, berpuluh-puluh pesan masuk darinya. apakah sekali ini harus
kuangkat telpon darinya? ah, aku masih belum siap.
celakanya, besok aku harus ke kampus untuk mengurus
administrasi semester depan. aku takut besok bertemu dengannya. sialnya lagi,
urusan administrasi ini tidak bisa diwakilkan. aku bingung harus bagaimana
besok.
“sudahlah mbak, kalau besok ketemu ya dihadapi saja.”
dwi ini sudah seperti ninja saja. seringkali muncul
tiba-tiba di kamarku tanpa suara.
“ragil mana? sudah pulang?”
“sudah, itu dia lagi mandi.”
“oh, kupikir belum pulang.”
“jangan mengalihkan pembicaraan.”
aku terdiam. dwi juga sudah seperti seorang grandmaster
catur, sering juga aku dibuatnya skak mat.
“jadi bagaimana? sudah siap kan menghadapi hari esok yang
lebih cerah?”
“hmm?” aku menaikkan alis, bingung dengan pertanyaan dwi.
“obat dari dokter sudah habis, dan kulihat hari ini
kesehatanmu sudah membaik. ibu bilang juga kamu seharusnya sudah keluar dari
kamar. sudah sembilan hari mbak, temen-temenmu udah nanyain terus tuh di
kampus.”
“kamu ketemu mereka?”
“wah, aku sampe bosen mbak. tiap baru nyampe kampus, mereka
langsung mencegatku di parkiran. termasuk makhluk satu itu.”
“siapa?”
“you-know-who... dia yang namanya tak boleh di sebut.”
“udah kayak voldemort aja.”
“kan kamu sendiri yang bilang kemarin mbak, katanya kamu
nggak mau denger namanya disebut?”
“iya, iya... memangnya dia nanya apa?”
“dia nanyain kabarmu.”
aku diam lagi.
“sudahlah mbak. hadapi saja besok. besok kan sama aku juga.
kalo memang kamu belum siap ketemu dia, temen-temenmu juga pasti nemenin kamu,
dia pasti nggak berani deketin kamu. temen-temenmu udah tahu kok masalah
kalian, jadi mereka nggak akan ngebiarin dia ganggu kamu dulu.”
“kamu cerita ke temen-temenku tentang masalahku dan tio?”
“cuma ke mbak nia dan mbak tera. lagian temen-temenmu juga
udah tahu siapa dia sebenernya, jauh sebelum aku cerita.”
“hmmm, okelah kalau begitu. makasih ya dwi. kamu emang adek
yang paling the best.”
“sama-sama mbak. udah malem, makan dulu yuk. ibu masak
kangkung tuh.”
“iya, kamu duluan sana, nanti aku nyusul.”
sedikit ada perasaan tenang sekarang. setidaknya besok
banyak yang akan melindungi aku. aku memang ingin mendengarkan penjelasan
darinya, tapi bukan sekarang. untuk saat ini, apa yang aku tahu sudah cukup
jelas. sudah tidak ada alasan lagi untuk dia tetap mengejarku. aku butuh waktu
untuk menenangkan diri setelah semua yang terjadi. setelah semuanya tenang,
mungkin baru aku bisa menerima semua penjelasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar