welcome to the page

welcome to the page

Kamis, 19 November 2015

Kata-kata AjaibMu

Aku percaya, apapun firmanNya, itu semua selalu benar adanya. Dan aku yakin, apapun yang kubaca dariNya, itulah yang tepat.

Tulisan ini adalah tulisan ajaib, kudapat dengan metode "random" (metode yang pernah diajarkan oleh Pastor Albertus Joni, SCJ sewaktu masih menjalani Tahun Orientasi Pastoral di kampusku). SabdaNya kemarin sungguh teramat tepat. Menggugah semangat.

Putra Sirakh 51 : 25 . 30 "Aku telah membuka mulutku dan berbicara, perolehlah semuanya tanpa bayaran. Lakukanlah pekerjaanmu sebelum habis waktunya, maka pada waktunya Tuhan akan memberikan upahmu."

Yesaya 55 : 8 - 11 "Sebab rancanganKu bukanlah rancanganMu, dan jalanmu bukan jalanKu, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu. Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali kesitu, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firmanKu yang keluar dari mulutKu : ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruh kepadanya."

Galatia 6 : 8 - 9 "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akab menuai, jika kita tidak menjadi lemah."


*Sungguh, aku berdoa lalu memejamkan mata ketika membukanya, hingga jariku terhenti pada satu halaman. Ia bersabda begitu indahnya. Beginilah cara amatiran untuk mendengarkan firmanNya. Metode yang pernah diajarkan padaku dulu, dan sungguh, selalu tepat untuk keadaanku saat itu. Terpujilah Engkau ya Tuhan selama-lamanya. Amin.


*Itu kata-kata ajaib untukku kemarin, untuk hari ini kita lihat nanti..*

#BumiSriwijaya, 191115, 09:17

Rabu, 18 November 2015

Jaga Nyala Apinya

Aku punya satu mimpi besar, rencana demi rencana disusun, ide-ide terlontar, langkah-langkah siap dieksekusi. Mata ini berkilat-kilat, nyala berapi-api, berkobar terlalu besar, siap menyambar, membakar. Terlalu bersemangat akan mimpi besar itu, hingga nyaris lupa bahwa kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.

"Rencana boleh jauh ke depan, pemikiran boleh melompat tinggi, tapi bukankah seharusnya kita mulai dari hal yang sederhana?"

Sontak aku terdiam, nyaris saja aku lupa akan hal itu. Beruntung kau mengingatkannya. Mimpi-mimpi besar itu membuatku terlena dan lupa. Aku lupa jika melompat terlalu tinggi tanpa pijakan yang cukup kuat, ketika jatuh tentu akan terasa sakit luar biasa. Maaf, aku melupakan konsep "kesederhanaan" itu.

"Maaf, aku khilaf. Aku terlalu bersemangat."

"Iya, tak apa. Maaf kalau perkataanku mematahkan semangatmu. Aku tidak bermaksud begitu."

"Iya, tidak apa. Justru aku berterima kasih karena sudah diingatkan. Ini ibarat kompor gas, anggaplah tadi setelan gasnya terlalu besar. Sekarang kukecilkan sedikit agar gasnya lebih hemat, supaya apinya tidak cepat mati."

"Dan kalau apinya terlalu besar, nanti makanannya gosong, malah jadi tidak bisa dimakan..."

"Hahahaa, kau benar lagi."

Analoginya seperti itu, semangat yang terlalu menggebu tidak akan baik. Jaga saja apinya agar tetap menyala, tak perlu besar, asal konsisten. "Makanan" itu akan matang pada akhirnya dan menjadi sedap untuk disantap.

#BumiSriwijaya, 181115, 23:09
*Ketika apinya terlalu berkobar*

Selasa, 17 November 2015

Hidup Adalah Belajar

Hidup adalah belajar...
Belajar memberi walau punya sedikit,
Belajar menerima meski pahit,
Belajar bersabar walau hati gemetar,
Belajar ikhlas meski sesak nafas,
Belajar tersenyum walau berat,
Belajar tertawa meski terluka...

Ini bukan tentang kemunafikan,
tapi ini soal kedamaian...
Kalau bukan diri sendiri,
siapa lagi yang akan memberi damai di hati?

#BumiSriwijaya, 171115


Senin, 16 November 2015

Jadilah Pribadi yang Unik

Sekali waktu, ketika kita sedang berbincang berdua, kau utarakan satu rasa. Gundahmu yang kian menyiksa, perasaan canggung yang selalu membuat tak leluasa. Kulihat garis wajahmu, cerah namun sendu, jauh di dalam matamu tersirat pilu.

Mengapa kita diciptakan seperti ini? Mengapa mereka begitu dan kita begini? Seperti itu yang kutangkap ketika matamu menatap mata ini. Aku terdiam, namun aku sadar, manusia memang diciptakan beraneka rupa sesuai gambaranNya. Tak perlulah lagi kau risau, karena kita indah apa adanya.

Hanya satu inginku, jadilah pribadi yang unik, yang keberadaannya selalu dinantikan, dan ketiadaannya selalu menerbitkan kerinduan. Percayalah! Kau indah begini adanya...


#BumiSriwijaya, 161115
Teruntuk adikku...

Ia kembali...

Dulu lentera itu pernah benderang,
Cahayanya temaram, menghangatkan,
Sesaat ia berkobar, membakar,
Kemudian menenangkan...
Selalu menyenangkan bila berada dekat dengannya...
Sampai suatu ketika angin jahat meniupnya,
Minyak mulai habis, pemantik pun tak ada...
Ia padam, tak bernyawa,
Jiwa-jiwa di sekelilingnya seolah tak berdaya...
Suasana hening nan sepi,
Udara dingin menusuk ke ulu hati,
Lalu ia dibawa pergi, sunyi...

Sekian waktu berlalu,
Lentera itu datang lagi,
Kali ini lebih terang dari sekedar benderang,
Nyala apinya jauh dari sekedar berkobar,
Ia menyala, membakar setiap insan yang berada di dekatnya...
Kata-katanya meracuni,
Menggairahkan jiwa-jiwa yang hampir mati...

Semangat itu menyala lagi,
Mata ini menatapnya penuh binar,
Ia sudah kembali...


#BumiSriwijaya, 161115

Sabtu, 14 November 2015

Cinta Luar Biasa, Luar Biasa Cinta

Aku merasa semuanya baik-baik saja, semuanya berjalan sangat normal dan tidak ada yang salah. Aku mencintaimu dan kau (kelihatannya) juga mencintaiku. Sampai pada suatu ketika aku menyadari sesuatu. Ternyata selama ini kau tak pernah mencintaiku. Pandai sekali kau bersandiwara seolah-olah semuanya nyata. Tahukah kau itu menyakitiku?

Tidak, tentu bukan sandiwara itu yang membuatku pilu. Bukan itu. Aku tak masalah jika memang kau tak bisa mencintaiku lalu pergi bersama wanita lain. Tapi kali ini masalahnya berbeda. Setelah kau memilih bersamanya, kau juga sakiti dia dengan cara yang sama. Kau tinggalkan dia dengan alasan yang sama seperti saat kau meninggalkanku.

Dan lagi kau pergi untuk kesekian kali. Drama itu kau ulang pada wanita ketiga, dengan alasan yang sama dan cara yang sama pula. Sudah tiga wanita kaugores hatinya dengan cinta yang tak nyata.

Sungguh, bukan karena wanita lain yang membuatku hancur. Lebih dari itu, Sayang. Hatiku perih, aku masih sulit menerima kenyataan bahwa ternyata kau tak pernah bisa mencintai wanita. Kau tidak normal, Sayang. Tapi mengapa kau tak jujur saja?

Kamis, 21 Mei 2015

Teruntuk Malam

Teruntuk malam yang selalu setia menyaksikan air mataku terjatuh...

Hey, maafkan aku, semalam aku melanggar (lagi) janjiku. Maaf, kau terpaksa harus menyaksikan lagi butiran bening itu membasahi bantalku. Aku tahu, aku pernah berjanji untuk tidak akan pernah selemah itu lagi, tapi apalagi yang kubisa selain terisak menelan sendiri semuanya? Tapi terima kasih, kau masih tetap setia menemaniku. Kau menyaksikan semuanya dalam diam. Kau masih tetap memelukku dalam kelam.

Kau tahu, semuanya hanya sepele saja. Mungkin dalam diam pun kau tertawa karena tahu apa penyebabnya. Ya, hanya bercanda. Kau ingat? Aku pernah membuat kutipan "Hidup terlalu lucu untuk diseriusi, tetapi terlalu serius untuk diajak bercanda". Semalam terbukti nyata. Aku yakin dia hanya bercanda, tapi kenapa aku menganggap semuanya seserius itu? Aku kecewa, sakit sekali rasanya. Mungkin lebih tepatnya malu. Aku malu. Kau tahu kan, terkadang seseorang berusaha membuat "lawan"nya kesal hanya karena agar "komunikasi" terus berjalan, dia ingin ada "perlawanan", dia ingin terlihat "menarik", karena itulah dia bercanda. Tapi sialnya, yang diajak bercanda malah salah menafsirkan, memiliki persepsi yang berbeda, semua terasa serius, dan pada akhirnya "komunikasi" berakhir secara sepihak. Pihak yang mengakhiri "komunikasi" itu biasanya adalah pihak yang merasa "tersakiti". Seperti itulah semalam. Dia hanya bercanda, tapi menurutku itu serius. Ah, kecewa sekali rasanya. Tapi konyol, sangat konyol. Hanya sesepele itukah?

Hey, sepele dari mana? Kau juga sudah berbesar hati, memberanikan diri melawan gengsi, seperti tak punya harga diri lagi. Menurutnya juga mungkin sepele, tapi menurutmu itu sudah harga mati. Dia tidak tahu berapa lama kau mengumpulkan keberanian itu yang lagi-lagi hanya demi dia. Dia tidak tahu seberapa sering air matamu jatuh karena terlalu memikirkan dia. Semuanya karena dia, dia, dan masih selalu dia. Mungkin tak penting baginya untuk tahu, tapi mau sampai kapan kau seperti ini terus?

Tapi setelah aku juga tahu tentang yang sebenarnya, aku harus bagaimana? Aku hanya seorang manusia bodoh yang tak bisa berbuat apa-apa. Selain tetap dan terus mencintainya, aku bisa apa? Memaksanya untuk membalas cintaku? Aku tidak sejahat itu... Aku hanya bisa diam, dan terus diam. Sesekali berceloteh lewat tulisan. Masih terus menganggap semuanya baik-baik saja, seperti tidak pernah ada apa-apa. Perkara dia benar-benar tidak tahu atau hanya pura-pura tidak tahu, aku sudah tidak peduli lagi. Lagipula dia juga pernah berkata "Ternyata kita tidak perlu tahu segala hal, kadang kenyataan memang menyakitkan". Ada benarnya juga, karena memang terkadang kenyataan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ah, entahlah.

Lalu apa kau tidak lelah dengan semua ini? Tidak adakah keinginanmu untuk menyudahinya? Aku tidak bisa melihatmu selalu seperti itu.

Nanti, jika waktunya berakhir, semua pasti akan berakhir.
Terima kasih karena kau masih selalu ada untukku...

Kamis, 23 April 2015

Aku Kembali

Sudah lama sekali aku tidak mencurahkan tulisanku di sini. Kalau ini adalah sebuah rumah, mungkin kau akan melihat banyak sekali sarang laba-laba yang bergelantungan di tiap sudut ruangnya. Lihatlah, tulisanku yang terakhir, bulan Juni 2014. Nyaris setahun. Selebihnya tulisanku berceceran di mana-mana. Rugi rasanya.

Terhitung hari ini, aku akan kembali ke "rumah"ku lagi. Aku akan membenahi tempat ini, mengisinya lagi dengan tulisan-tulisan. Andai tempat ini bisa bicara, pastilah dia sudah merintih, mengeluh, menangis sedih. "Kenapa lama sekali kau pergi? Aku rindu padamu..."

Ah, benar, aku rindu. Terlepas tulisan-tulisanku ini bermakna atau tidak, aku akan tetap menulis. Mengisi kembali lembaran-lembaran yang sempat kosong. Aku tidak ingin masa tuaku nanti menyesal karena ada sejarah yang tak tercatat. Terhitung hari ini, aku kembali ke sini.

Hey Jacob, I miss you so bad... :)