welcome to the page

welcome to the page

Kamis, 21 Mei 2015

Teruntuk Malam

Teruntuk malam yang selalu setia menyaksikan air mataku terjatuh...

Hey, maafkan aku, semalam aku melanggar (lagi) janjiku. Maaf, kau terpaksa harus menyaksikan lagi butiran bening itu membasahi bantalku. Aku tahu, aku pernah berjanji untuk tidak akan pernah selemah itu lagi, tapi apalagi yang kubisa selain terisak menelan sendiri semuanya? Tapi terima kasih, kau masih tetap setia menemaniku. Kau menyaksikan semuanya dalam diam. Kau masih tetap memelukku dalam kelam.

Kau tahu, semuanya hanya sepele saja. Mungkin dalam diam pun kau tertawa karena tahu apa penyebabnya. Ya, hanya bercanda. Kau ingat? Aku pernah membuat kutipan "Hidup terlalu lucu untuk diseriusi, tetapi terlalu serius untuk diajak bercanda". Semalam terbukti nyata. Aku yakin dia hanya bercanda, tapi kenapa aku menganggap semuanya seserius itu? Aku kecewa, sakit sekali rasanya. Mungkin lebih tepatnya malu. Aku malu. Kau tahu kan, terkadang seseorang berusaha membuat "lawan"nya kesal hanya karena agar "komunikasi" terus berjalan, dia ingin ada "perlawanan", dia ingin terlihat "menarik", karena itulah dia bercanda. Tapi sialnya, yang diajak bercanda malah salah menafsirkan, memiliki persepsi yang berbeda, semua terasa serius, dan pada akhirnya "komunikasi" berakhir secara sepihak. Pihak yang mengakhiri "komunikasi" itu biasanya adalah pihak yang merasa "tersakiti". Seperti itulah semalam. Dia hanya bercanda, tapi menurutku itu serius. Ah, kecewa sekali rasanya. Tapi konyol, sangat konyol. Hanya sesepele itukah?

Hey, sepele dari mana? Kau juga sudah berbesar hati, memberanikan diri melawan gengsi, seperti tak punya harga diri lagi. Menurutnya juga mungkin sepele, tapi menurutmu itu sudah harga mati. Dia tidak tahu berapa lama kau mengumpulkan keberanian itu yang lagi-lagi hanya demi dia. Dia tidak tahu seberapa sering air matamu jatuh karena terlalu memikirkan dia. Semuanya karena dia, dia, dan masih selalu dia. Mungkin tak penting baginya untuk tahu, tapi mau sampai kapan kau seperti ini terus?

Tapi setelah aku juga tahu tentang yang sebenarnya, aku harus bagaimana? Aku hanya seorang manusia bodoh yang tak bisa berbuat apa-apa. Selain tetap dan terus mencintainya, aku bisa apa? Memaksanya untuk membalas cintaku? Aku tidak sejahat itu... Aku hanya bisa diam, dan terus diam. Sesekali berceloteh lewat tulisan. Masih terus menganggap semuanya baik-baik saja, seperti tidak pernah ada apa-apa. Perkara dia benar-benar tidak tahu atau hanya pura-pura tidak tahu, aku sudah tidak peduli lagi. Lagipula dia juga pernah berkata "Ternyata kita tidak perlu tahu segala hal, kadang kenyataan memang menyakitkan". Ada benarnya juga, karena memang terkadang kenyataan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ah, entahlah.

Lalu apa kau tidak lelah dengan semua ini? Tidak adakah keinginanmu untuk menyudahinya? Aku tidak bisa melihatmu selalu seperti itu.

Nanti, jika waktunya berakhir, semua pasti akan berakhir.
Terima kasih karena kau masih selalu ada untukku...