welcome to the page

welcome to the page

Rabu, 18 September 2013

Segelintir Kisah di Lapangan... (bisa dibilang "Wanita-wanita Hebat Part 2")


cerita ini berdasarkan fakta, bila terdapat kesamaan nama, tempat, dan peristiwa, maka itu memang disengaja... :P :D
"ketika tiga wonder women harus jadi trio macan"
Rabu, 18 September 2013...

Hari ini begitu cerah, terlihat dari matahari yang terus menerus tersenyum tanpa peduli berapa banyak orang yang menggerutu karena senyumnya terlalu cerah. Mungkin bagi sebagian orang, matahari ini terlalu panas. Apalagi bagi para wanita eksekutif yang pekerjaannya hanya tahu bersolek, pasti takut dempul bedaknya luntur. Tapi hal itu tidak berlaku buatku. Walau aku wanita, tapi aku lebih suka matahari cerah seperti ini. Aku tak peduli kalau ia akan menggosongkan kulitku, ataupun melunturkan bedak tipisku, atau bahkan mungkin membuat hidungku mimisan. Yang penting, sekarang aku suka matahari yang cerah. Aku lebih suka berpanas-panas ria bersama ratusan kuli bangunan, operator alat berat, teman-teman logistik, dan teman-teman sesama pengawas.

Pada awalnya, aku tak pernah menyangka akan "terperangkap" dalam pekerjaan ini. Apalagi bila tahu akan berada di posisi ini, sangat jauh dari pikiran. Wanita-wanita waras manapun pasti akan segera menolak bila tahu pekerjaan yang ditawarkan padanya adalah sebagai "PENGAWAS LAPANGAN". Setiap hari kerjanya keliling proyek, dari blok yang satu ke blok yang lain, mengabsen semua kuli bangunan yang bekerja, mengabsen operator alat berat, mengawasi progres pekerjaan tukang, menerima barang orderan yang masuk, menghitung gaji tukang, membuat time sheet alat berat, membuat laporan bulanan progres pekerjaan, dan masih banyak lagi -yang bila kepala gudang atau project manager meminta tolong harus siap sedia-. Aku mungkin sudah gila. Dari sepuluh wanita, ada dua wanita yang kurang waras, dan aku-lah salah satunya. Oke, aku bukan satu-satunya. Di proyek ini ada dua "wanita gila" lainnya yang juga membaur dengan ratusan pria yang bekerja di lapangan. Aku meng-handle gudang blok E depan, Mbak Meli di gudang blok BC belakang, dan Mbak Novi di gudang blok DE belakang.

Jujur saja, di bulan-bulan awal aku bekerja, banyak hal yang mengganggu perasaan dan menimbulkan rasa risih. Mulai dari debu yang bertebaran (namun bila musim hujan tiba, debu itu bertransformasi menjadi lumpur yang menjijikkan), truk-truk besar yang mengerikan berlalu-lalang (namanya juga proyek gudang, wajar kalau isinya banyak truk besar dan kontainer), sampai ulah orang-orang proyek yang menjengkelkan (maklum, isi proyek kan pria semua, bisa dibayangkan bagaimana kelakuan mereka kalau ada wanita). Semua itu nyaris membuatku memilih untuk mundur. Tapi siapa sangka bila pada akhirnya aku bisa bertahan selama satu tahun? Iya, sekarang genap satu tahun sudah aku bekerja di proyek ini. Itu semua berkat "ilmu" yang diwariskan oleh Mbak Meli dan Mbak Novi. Mereka pun bisa bertahan lama bertahun-tahun karena "ilmu itu.

"Nggak susah kok Dek, nyantai aja... Cuekin aja gitu..."

"Aduh, tapi aku nggak tahan Mbak Mel, risih, takut... Gimana dong?"

"Udah Dek, kalo mereka ganggunya cuma lewat omongan mah nyantai aja, cuek aja. Selagi mereka nggak main tangan, kamu masih aman kok Dek. Iya kan Mel?"

"Iya Nov, lagian sejauh ini belum ada yang berani main tangan."

"Tapi Mbak Nov, Mbak Mel, Bapak yang satu itu lho, itu agak-agak. Tangannya mulai nakal. Nggak inget umur apa ya? Bercandanya kelewatan. Aku takut..."

"Oh iya, yang kemarin ya? Aku juga sempet liat sih. Gimana Mel?"

"Tenang aja, kemarin sore udah tak bilangin ke project manager, Nov. Bapak itu udah dapet peringatan, jadi kamu nggak usah takut lagi Dek."

"Yang bener Mbak Mel?"

"Iya Dek, tenang aja. Cuek aja, oke?"

"Kalo Bapak itu masih berani macem-macem, bilang sama aku dan Meli, biar kita berdua yang hajar..."

"Hehee, iya deh Mbak Nov, Mbak Mel, makasih ya..."

Kira-kira begitu percakapan kami setahun yang lalu waktu makan siang. Kalau jam istirahat, kami biasa makan siang bersama di kantin depan proyek. Sambil makan, kami biasa sambil bercerita, saling curhat, dan para Mbak mulai membagi "ilmu" mereka padaku.

Salah satu "ilmu" yang mereka wariskan padaku adalah yang tadi, ilmu CUEK. Mereka bilang, kerja di proyek ini kuping harus tahan, mulut harus bawel, dan otak harus lincah mikir. Satu lagi, hati harus tahan tikam. Agak hiperbola sih, tapi memang benar, mulut orang-orang di lapangan itu lebih pedas dari cabe rawit, lebih tajam dari samurai, dan lebih buas dari harimau. Kalau kupingku tak terbiasa dan hatiku gampang tersinggung, bisa dipastikan aku tidak bisa bertahan lama kerja di proyek ini.

Banyak suka dan duka yang terjadi di proyek ini. Di sini ibarat sebuah sekolah, sekolah terbuka, ini sekolah kehidupan. Inilah dunia kerja. Di sini aku banyak belajar, belajar mengaplikasikan apa yang kuterima di bangku kuliah, tapi di sisi lain aku juga belajar tentang kepribadian manusia. Di tempat ini berkumpul banyak manusia. Rambut boleh sama hitam, tapi hati siapa yang tahu? Beda kepala, beda pula pemikirannya. Dari Mbak Meli dan Mbak Novi lah aku banyak belajar. Mereka yang jauh lebih dulu berkecimpung di proyek ini, tak segan-segan mengajari aku banyak hal. Dan aku bersyukur bisa mengenal dan berteman baik dengan mereka. Walau usia mereka jauh di atasku, tapi mereka tidak sungkan denganku.

Kalau dipikir-pikir, Mbak Novi dan Mbak Meli sepertinya sama "gila"nya denganku, atau mungkin bahkan lebih gila. Buktinya dulu mereka mau-mau saja masuk di lapangan dan masih betah sampai sekarang. Kalau diurutkan dari yang paling gila, mungkin yang pertama Mbak Novi. Jelas, ia wanita yang paling awal bergabung di proyek. Sebelumnya belum ada satu wanita pun yang menjadi pemanis di tengah lapangan seluas itu. Sekarang Mbak Novi dipercaya menjadi bagian logistik di gudang DE belakang.

Lalu beberapa tahun kemudian, barulah Mbak Meli bergabung. Awalnya pun mereka tak saling mengenal karena ditempatkan di lokasi yang berjauhan. Mbak Meli termasuk wanita yang tahan banting. Bayangkan, dia wanita pertama yang bergelar "pengawas". Sebelumnya belum pernah ada pengawas wanita, dan akhirnya perjalanan selama tiga tahun membuahkan hasil. Sekarang Mbak Meli sudah dipercaya untuk menjadi kepala gudang di blok BC.

Lalu September 2012, ada seorang mahasiswi yang sedang cuti kuliah mencoba peruntungannya di salah satu proyek komplek pergudangan terbesar di Palembang itu. Hanya bermodal coba-coba, ia diterima di posisi sebagai administrasi kantor. Selang dua minggu, Big Boss memanggilnya dan memindahkannya ke bagian yang lebih sesuai. Karena basic-nya arsitektur, maka ia dipindahkan ke bagian lapangan. Mahasiswi itu tak lain adalah aku. Iya, aku, mahasiswi teknik arsitektur yang bermodalkan nekat masih tetap bekerja demi memenuhi kebutuhan kuliahku yang tinggal sedikit lagi.

Bukan hal yang mudah bisa bertahan sampai saat ini. Sama seperti ketika bekerja di lapangan. Ketika panas terik, kita akan terpanggang dan lokasi proyek sangat berdebu. Ketika hujan, kita akan basah kuyup dan lokasi proyek jadi berlumpur dan licin. Dalam menjalani hidup ini, kita dituntut untuk fleksibel menghadapi segala situasi. Tidak boleh mengeluh, tetap tabah menjalani. Karena semuanya adalah proses menuju kedewasaan. Lagipula, setelah setahun bertahan di proyek ini, aku bukan saja hanya sekedar bekerja, tapi di sini aku menemukan satu keluarga. Mulai dari staf kantor, seluruh staf lapangan, para pemborong, para operator alat berat, kuli-kuli bangunan, supir-supir truk, kakak-kakak security, cece pemilik kantin, para pegawai RM. Padang, sampai pegawai Alfamart. Semua yang setiap hari kujumpai di proyek ini sudah seperti keluargaku. Di proyek ini aku seperti punya keluarga kedua. Berada di proyek ini, aku seperti berada di rumah sendiri.

Kembali ke dua wanita "gila" itu. Bagiku, mereka bukan sekedar teman, tapi juga sudah seperti saudara. Mereka wanita hebat... Walau sekarang sudah amat sangat jarang bisa makan bersama karena disibukkan oleh pekerjaan masing-masing, tapi aku tidak pernah lupa menyapa mereka. Bagaimana pun juga, mereka berdua juga punya andil dalam eksistensiku di proyek ini.






thanks for all
it's dedicated for you all
PT GMS 1, PT GMS 2, PT GAS, CV Dwi Karya...
you are my family...
:) 

Senin, 09 September 2013

Roda Emas... 50 Tahun PMKRI Cabang Palembang...



sempat mati bukan berarti terhenti,
sempat terhenti pun tak juga berarti mati...
ibarat roda, mungkin kemarin harus berada di bawah,
ironisnya, ketika berada di bawah, roda kehabisan pelumas,
jadilah roda tak bergerak naik lagi...

entah berapa lama terhenti,
setelah mendengar kisah masa-masa keemasan yang terakhir,
rasanya seperti tak ada yang bisa dilakukan lagi,
setiap pergerakan dan usaha seperti tak direstui,
“pelumas” penggerak seperti tak pernah mencukupi...
entah apa yang salah...

namun kini, ketika diri ini hendak menarik diri,
terlihat ada percikan api...
mulai membakar, menggerakkan roda itu lagi...
perlahan tapi pasti, roda perlahan berputar ke atas lagi...

50 tahun bukan waktu yang sebentar kawan,
coba tengok kedua orang tua kita, berapa usia mereka?
coba tanya pada mereka, apa saja pengalaman yang mereka punya?
roda ini, 50 tahun sudah...
ketika geraknya sempat terhenti, bukan berarti tak bisa diperbaiki...
roda ini, 50 tahun sudah...
tapi perjalanannya tak akan pernah mati,
dan tak akan mati hanya sampai di sini....

Dirgahayu ke-50 PMKRI Cabang Palembang Santo Beda Yang Tekun
5 September 1963 - 5 September 2013

Kamis, 05 September 2013

aku, bumi, dan hujan...

bumi ingin memelukku, hujan ingin memeluk bumi, dan aku ingin memeluk hujan... *sebuah persimpangan*



hari ini hujan turun lagi, ia datang dengan ribuan tetesnya, seperti biasa...
ia yang tak pernah berjanji, tapi selalu kembali lagi...
itulah hujan...
dan ia datang untuk memeluk sang bumi,
ia tak ingin bumi merasa sepi...


aku berdiri sendiri di sini...
di bumi ini aku berpijak...
bumi yang begitu kucintai,
ia yang selalu memelukku,
dekapan hangatnya seolah tak ingin lepaskan aku...
masih panjang perjalananku di bumi...
bumi ingin selalu memelukku...
sementara aku di sini, selalu menatap ke langit,
langit hari ini kelabu,
ketika hujan datang, aku segera memburu,
ingin kupeluk tetesan hujan itu...

tapi apa dayaku?
mereka hanya tetesan, yang tak mungkin kupeluk...
hanya saja, mereka mengguyurku...
menenggelamkan aku dalam dekapannya yang dingin...

kini aku berada di sebuah persimpangan...
bumi ingin memelukku,
hujan ingin memeluk bumi,
dan aku ingin memeluk hujan...
tiga keadaan yang terjadi secara bersamaan...
keadaan ini membingungkan,
namun aku tak bisa lari dari keadaan...