Aku punya satu mimpi besar, rencana demi rencana disusun, ide-ide terlontar, langkah-langkah siap dieksekusi. Mata ini berkilat-kilat, nyala berapi-api, berkobar terlalu besar, siap menyambar, membakar. Terlalu bersemangat akan mimpi besar itu, hingga nyaris lupa bahwa kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.
"Rencana boleh jauh ke depan, pemikiran boleh melompat tinggi, tapi bukankah seharusnya kita mulai dari hal yang sederhana?"
Sontak aku terdiam, nyaris saja aku lupa akan hal itu. Beruntung kau mengingatkannya. Mimpi-mimpi besar itu membuatku terlena dan lupa. Aku lupa jika melompat terlalu tinggi tanpa pijakan yang cukup kuat, ketika jatuh tentu akan terasa sakit luar biasa. Maaf, aku melupakan konsep "kesederhanaan" itu.
"Maaf, aku khilaf. Aku terlalu bersemangat."
"Iya, tak apa. Maaf kalau perkataanku mematahkan semangatmu. Aku tidak bermaksud begitu."
"Iya, tidak apa. Justru aku berterima kasih karena sudah diingatkan. Ini ibarat kompor gas, anggaplah tadi setelan gasnya terlalu besar. Sekarang kukecilkan sedikit agar gasnya lebih hemat, supaya apinya tidak cepat mati."
"Dan kalau apinya terlalu besar, nanti makanannya gosong, malah jadi tidak bisa dimakan..."
"Hahahaa, kau benar lagi."
Analoginya seperti itu, semangat yang terlalu menggebu tidak akan baik. Jaga saja apinya agar tetap menyala, tak perlu besar, asal konsisten. "Makanan" itu akan matang pada akhirnya dan menjadi sedap untuk disantap.
#BumiSriwijaya, 181115, 23:09
*Ketika apinya terlalu berkobar*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar