welcome to the page

welcome to the page

Kamis, 07 November 2013

Rambo dari Pasundan (Pria di Perbatasan)...

Putih, bersih, begitu kumelihatmu. Wajahmu mirip dengan kedua kakakmu, namun tidak dengan fisikmu. Jika dibandingkan dengan kakakmu yang pertama, badanmu lebih gagah, kekar, tegap, dan berisi. Jika dibandingkan dengan kakakmu yang kedua, kulitmu lebih cerah, putih, dan bersih.

Iya, itulah kamu. Kamu penduduk asli dari pulau seberang. Kamu tinggal di daerah perkebunan dekat dengan pegunungan. Cuaca di sana yang membuat fisikmu seperti itu. Jika kau bersebelahan denganku, perbandingannya sangat kentara, sangat jelas terlihat jauh berbeda. Anehnya, bekerja di daerah dataran rendah nan panas seperti ini tidak menghanguskan kulitmu. Kau tetap saja cerah.

Melihatmu berada di lapangan, berdiri di tengah-tengah, di antara mereka, kau seperti matahari. Tapi sayangnya, kau matahari yang dingin. Jarang kulihat kau tersenyum di antara mereka. Wajahmu selalu serius. Apakah memang selalu seserius itu? Atau hanya kebetulan saja, setiap kulihat kau sedang serius? Hmm, kurasa memang alasan kedua. Karena faktanya, ketika kita sedang bercengkerama berdua, sering kulihat kau tersenyum, dan tak jarang kau pun tertawa. Lumayan banyak cerita yang kita bagi, lumayan sering kita menghabiskan waktu sampai pagi.

Aku tahu, kau lelah. Tapi  setiap pagi kau selalu berusaha tetap cerah. Pekerjaanmu menguras tenaga, fisikmu terlihat baik-baik saja tapi suaramu tak bisa berbohong. Kau lelah, kau lelah, dan kau lelah. Mungkin kau terlihat gagah, tapi sebenarnya kau mulai lemah.

Kini, sudah jarang kita bertemu. Biasanya kita berjumpa di perbatasan. Aku di sini dan kau di seberang sana. Terakhir kali kita berjumpa di perbatasan itu. Kulihat wajahmu sendu. suaramu tak merdu, sorot matamu sayu. Kau sakit. Iya, kau sakit. Kau lelah. Bekerja dari pagi hingga malam tanpa jeda. Melihatku, kau berusaha tersenyum manis, tapi itu malah membuatku miris. Senyummu yang terakhir kulihat itu, yang paling kuingat. Senyum kelelahan.

Sementara itu, dia, wanitamu, dia yang di seberang sana, entah apakah dia tahu tentang keadaanmu. Aku tak tahu itu. Yang aku tahu, dia selalu menunggu telepon darimu. Iya, dia, wanitamu. Andai dia melihat keadaanmu, andai dia tahu bagaimana pekerjaanmu, dan yang terpenting, andai dia ada di dekatmu, di sampingmu, di sisimu.

Rambo, oh Rambo... Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya terselip namamu sebagai salah satu nama yang kusebut dalam doa. Semoga Tuhan selalu menjagamu, semoga Tuhan selalu menguatkanmu, dan semoga kau selalu baik-baik saja di seberang sana.

Aku tak pernah lagi menunggumu di perbatasan itu, dan kau tak lagi berkewajiban menemui aku di perbatasan itu. Untuk sementara, tugasku sudah selesai. Hanya menunggu, kapan lagi aku menerima tugas mulia itu. Hanya menunggu, kapan lagi aku harus berdiri di perbatasan, menunggu kedatanganmu.


untuk si Rambo dari Pasundan
apa kabarmu, kawan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar